BAB
I
PENDAHULUAN
Pada
masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di
Indonesia mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan
alat status quo mengkooptasi masyarakat guna mempertahankan dan memperluas
kekuasaan monolitik. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk
mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan
sebagai aktor public services yang
netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi penghambat dan sumber masalah
berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi diskriminasi dan penyalahgunaan
fasilitas, program dan dana negara.
Reformasi
merupakan langkah-langkah perbaikan terhadap proses pembusukan politik, termasuk
buruknya kinerja birokrasi. Tujuan tulisan ini berupaya untuk mengelaborasi
model reformasi birokrasi di Indonesia pasca Orde Baru.
1. Perumusan Masalah
Dengan
memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan
masalah antara lain:
1.
Pengertian birokrasi
reformasi.
2.
Bagaimana reformasi
birokrasi Indonesia.
3.
Bagaimana birokrasi
masa reformasi.
4.
Reformasi birokrasi
pasca jatuhnya rezim orde baru.
5.
Wajah reformasi
birokrasi pemerintahan ini.
2. Tujuan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini antara lain:
1.
Mengetahui apa yang
dimaksud dengan reformasi birokrasi.
2.
Mengetahui
perkembangan reformasi birokrasi di Indonesia sebelum dan sesudah masa Orde
Baru.
3. Manfaat
Manfaat yang didapat
dari makalah ini adalah:
1.
Dapat mengetahui
wajah reformasi birokrasi di Indonesia.
2.
Dapat mengetahui
reformasi birokrasi di Indonesia saat ini.
4. Ruang Lingkup
Makalah
ini membahas mengenai Reformasi Birokrasi yang ada di Indonesia. Serta membahas
mengenai reformasi birokrasi pasca orde baru dimana Rezim Orde Baru ternyata
tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan
kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
BAB
II
METODE PENULISAN
A. Objek Penulisan
Objek
penulisan makalah ini adalah mengenai reforamasi birokrasi sebagai perubahan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam makalah ini dibahas mengenai reformasi
birokrasi,bagaimana wajah reformasi birokrasi saat ini, dan bagaimana falsafah
reformasi birokrasi di Indonesia pasca rezim orde baru.
B.
Dasar Pemilihan Objek
Makalah
ini membahas mengenai reformasi dan birokrasi. Reformasi Birokrasi adalah
sebuah harapan masyarakat pada pemerentah agar mampu memerangi KKN dan
membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk menikmati
pelayanan public yang efisien,responsip dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat
perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini agar kehidupan
bernegara berjalan dengan baik,msyarakat juga berposisi sebagai penilai dan
pihak yang dilayani pemerintah.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode
pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan
kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini
yaitu dengan tema reformasi birokrasi bangsa ini. Sebagai referensi juga
diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai reformasi birokrasi
indonesia.
D. Metode Analisis
Penyusunan makalah ini berdasarkan
metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan
fakta dan data yanag ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan
data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Belakangan
ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan, reformasi
birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih
lagi,birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat
besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi
yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era
reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN).
Akan
tetapi, pemerintahan pascareformasi pun tidak menjamin keberlangsungan
reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah
pascareformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus
dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah
menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini.
Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah
pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat
Indonesia saat ini, justru merindukan pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat
memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat
semu.
Birokrat,
sebagai pembentuk kebijakan yang bersifat publik dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Dengan demikian, seringkali kebijakan yang dilahirkan oleh para birokrat tidak
menyentuh kepentingan masyarakat tidak bersifat populis. Bukan tidak mungkin,
berbagai faktor tersebut, baik yang bersifat internal maupun eksternal, yang
menyebabkan negara ini semakin larut dalam keterpurukan. Sebagaimana telah
diketahui oleh kalangan yang peduli terhadap pembaruan hukum tanah air,
beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi produk lembaga legislatif di
Indonesia merupakan hasil “pesanan” International Monetary Fund (IMF).
Keterlibatan lembaga donor lintas negara .
B. REFORMASI BIROKRASI
Birokrasi
adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah
berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Fenomena birokrasi selalu ada
bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali
mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan
mengambil kesimpulan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak
disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme)
yang merugikan masyarakat.
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya
telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu.
Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah
mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam
Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi
yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil,
namun pada masa kini negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup
organisasi, dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Kajian
birokrasi sangat penting dipelajari, karena secara umum dipahami bahwa salah
satu institusi atau lembaga, yang paling penting sebagai personifikasi negara
adalah pemerintah, sedangkan personifikasi pemerintah itu sendiri adalah
perangkat birokrasinya (birokrat). Membicarakan
tentang birokrasi tentunya sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana
sejarah birokrasi.
Birokrasi
memiliki asal kata dari Burcau, digunakan pada awal abad ke 13 di Eropa Barat
bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor,
semisal tempat kerja dimana pegawai bekerja. Makna asli dari birokrasi berasal
dari Prancis yang artinya pelapis meja. Bentuk birokrasi paling awal terdiri dari
tingkatan kasta rohaniawan atau tokoh agama. Negara memformulasikan,memaksakan
dan menegakkan peraturan dan memungut pajak, memberikan kenaikan kepada
sekelompok pegawai yang bertindak untuk menyelenggarakan fungsi tersebut.
Sangat
menarik membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi
terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para
pegawai birokrasi itu dibayar dari duit masyarakat. Dan terkadang wewenang yang
diberikan kepada pegawai dari birokrasi disalahgunakan. Misalnya seperti
masalah tentang korupsi di dirjen pajak yang hangat-hangatnya dibicarakan
akhir-akhir ini. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Reformasi
adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah
ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya
masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam
pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh
Susanto menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan
norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya
juga dinikmati oleh masyarakat.
Dengan
demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat
manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan
masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah
keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam
masyarakat (Susanto: 185-186).
Khan (1981) memberi pengertian
reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang
bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
telah lama. Sedangkan Quah (1976)
mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur
birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas
birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan
lain dari change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka
reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur,
tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan
dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara
efektif dan efisien.Reformasi bertujuan mengoreksi dan membaharui terus-menerus
arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita
proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak
termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi
ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara
atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
C. BIROKRASI MASA REFORMASI
Gerakan reformasi yang digulirkan oleh
berbagai kekuatan dalam masyarakat, yang di pelopori mahasiswa pada tahun 1998,
bertujuan untuk memperbaiki kondisi bangsa yg terpuruk akibat krisis ekonomi
yang berlarut-larut. Gerakan reformasi diharapkan dapat memberikan pengaruh
bagi penyelesaian berbagai penyelesaian bangsa selama masa pemerintahan Orde
Baru berkuasa, seperti kasus-kasus korupsi,nepotisme dan kolusi. Berbagai kasus
yang mengenai penyalagunaan jabatan dan kekuasaan yang dilakukan oleh
elite-elite oleh polotik dan birokrasi Orde Baru diyakini merupakan salah satu
factor yang memperparah krisis ekonomi di Indonesia.
Public mengharapkan bahwa terjadinya
reformasi,akan diikuti pula dengan perubahan mendasar pada desain kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik yang menyangkut demensi kehidupan
berpolitik,social,ekonomi, maupun kultur. Perubahan struktur,kultur dan
paradigm birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi suatu yang
mendesak untuk dilakukan mengingat birokrasi mempunyai kontribusi terhadap
terjadinya krisis multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini.
Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di arahkan untuk
menciptakan kinerja birokrasi yang professional dan akuntabel. Birokrasi dalam
melakukan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi
pada kepuasan pelanggan, yakni masyarakat pengguna jasa.
Namun,harapan terbentuknya kinerja
birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana di Negara maju tampaknya
masih sulit untuk di wujudkan.
Osborne dan Plastrik (1997) mengemukakan bahwa realitas, social,politik dan ekonomi yang
dihadapi oleh Negara-negara yang berkembang sering kali sangat berbeda dengan
realitas social yang ditemukan pada masyarakat dinegara maju. Realitas imperik
itu pula terjadi pada birokrasi pemerintahan, yang kondisi birokrasi di
Negara-negara berkembang, seperti merajkalelanya korupsi, pengaruh politik
partisan.
Reformasi diakuai oleh sebagian kecil
birokrasi mempunyai dampak positif secara internal. Berdasarkan pengamatan
terlihat bahwa di lingkungan birokrasi saat ini, mulai muncul kebiasaan aparat
bawahan yang berani secara terbuka mengajukan kritik kepada pimpinannya
walaupun diakui jumlahnya masih sedikit dan dengan cara yang halus dan sopan.
Phenomena ini terekam berdasarkan pengamatan dan pengalaman dari beberapa
aparat birokrasi yang kebetulan menduduki jabatan structural.
D. REFORMASI BIROKRASI PASCA JATUHNYA REZIM ORDE BARU
Jatuhnya pemerintahan Soeharto
ternyata diikuti dengan semakin rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap
birokrasi public. Krisis kepercayaan terhadap birokrasi public di tandai dengan
mengalirnya protes dan demokrasi yang dilakukan oleh berbagai komponen
masyarakat terhadap birokrasi public baik di tingkat pusat maupun daerah.
Reformasi birokrasi yang terjadi
jatuhnya rezim Orde barau ternyata tidak mampu menghasilkan kehidupan yang
berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Keberhasilan Indonesia untuk
menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis dan membentuk rezim
pemerintahan yang baru belum mampu membawa bangsa ini keluar dari krisis.
Harapan masyarakat bahwa rezim pemerintahan yang baru mampu memerangi KKN dan
membentuk pemerintahan yang bersih masih jauh dari realitas. Praktek KKN dalam
pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung, dan bahkan skala dan
pelaku yang semakin meluas. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan
public yang efesien, responsive, dan akuntabel masih amat jauh dari realitas.
Masuknya orang-orang baru dalam
pemerintahan, baik di legislative maupun eksekutif, juga tidak mampu
menciptakan perbaikan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Banyak diantara
mereka terperangkap dalam lumput KKN dan ikut memperburuk birokrasi public.
E. REFORMASI BIROKRASI INDONESIA
Reformasi telah menjadi suatu
kata yang menggelinding dan menjadi semangat gerak langkah anak bangsa untuk
membuka katub-katub kekuasaan yang selama ini tidak tersentuh. Ia telah menjadi
bagian yang sangat penting dalam usaha bangsa untuk merumuskan kembali seluruh
tatanan nilai dan aturan hidup bersama. Mungkin tidak ada lagi hari tanpa
tuntutan reformasi yang dilakukan oleh seluruh kalangan, kelompok masyarakat,
mahasiswa, pegawai kantor yang menggemakan beragam tuntutan reformasi total
disegala bidang.
Reformasi dapat diterjemahkan sebagai
perubahan radikal (bidang sosial, politik atau agama) disuatu masyarakat atau
negara. Sedangkan reformis adalah orang yang menganjurkan adanya perbaikan
(bidang politik, sosial, agama) tanpa kekerasan. Radikal berarti secara
menyeluruh, habis-habisan, perubahan yang amat keras menuntut perubahan
(undang-undang, pemerintahan, dan sebagainya), maju dalam berfikir dan
bertindak. Selain itu, radikalisme adalah faham atau aliran yang radikal dalam
politik, faham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik
dengan cara keras atau drastis, sikap ekstrim disuatu aliran politik.
Reformasi dapat pula diartikan sebagai
suatu tindakan perbaikan dari sesuatu yang dianggap kurang atau tidak baik
tanpa melakukan perusakan-perusakan pranata yang sudah ada. Pranata yang
dimaksudkan disini adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta
adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh
perlengkapannya dalam berbagai kompleksitas manusia didalam masyarakat.
Reformasi yang terjadi menyusul
jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi
yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih
ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan
pelayanan public masih terus berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk
menikmati pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh
dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif
maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam
kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam
lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.
Kesulitan dalam memberantas KKN
dalam pemerintahan dan birokrasi terjadi karena rendahnya komitmen pemerintah
untuk membenahi sistem birokrasi publik. Banyak perhatian diberikan untuk
mereformasi sistem dan lembaga politik, tetapi hal yang sama tidak dilakukan
dalam birokrasi publik, sehingga tidak banyak menghasilkan perbaikan kinerja
pelayanan publik. Dengan birokrasi yang syarat dengan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, bersikap dan bertindak sebagai penguasa dan tidak profesional maka
perubahan apapun yang terjadi tidak akan memiliki dampak yang berarti bagi
perbaikan kinerja pelayanan publik. Karenanya, adalah hal yang sangat lumrah
ketika perbaikan dalam kehidupan politik yang semakin demokratis sekarang ini
belum memiliki dampak yang berarti pada kinerja birokrasi dalam
menyelenggarakan pelayanan publik.
Kinerja birokrasi pelayanan
publik menjadi isu kebijakan sentral yang semakin strategis karena perbaikan
kinerja birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam kehidupan
ekonomi dan politik. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan
bisa memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa ini untuk bisa
segera keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Buruknya kinerja
birokrasi publik di Indonesia sering menjadi determinan yang penting dari
penurunan minat investasi. Akibatnya pemerintah sangat sulit dalam menarik
investasi, belum lagi ditambah dengan masalah-masalah lain seperti
ketidakpastian hukum dan keamanan nasional.
Tata pemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu konsep
yang akhir-akhir ini dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan
administrasi public. Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dengan
terminology demokrasi, masyarakat sipil,partisipasi rakyat, hak asasi manusia
dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasawarsa yang lalu
konsep good governance ini lebih dekat dipergunakan dalam reformasi sector
public. Dalam disiplin atau profesi manajemen public konsep ini dipandang
sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi public.
Paradigma baru ini menekankan
pada peranan menejer public agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
masyarakat, mendorong meningkatkan ekonomi manajerial terutama sekali
mengurangi campur tangan control yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
transparansi, akuntabilitas public dan diciptakan pengelolaan manajerial yang
bersih bebas dari korupsi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang
baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin
meningkat. Oleh karenanya reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus
sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia
usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur
negara dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas.
Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan
yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini
masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta
antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat
dibendung lagi.
Namun banyak disadari oleh
berbagai kalangan yang terlibat dalam proses reformasi atau demokratisasi
tersebut, bahwa perubahan dan pengubahan tersebut tidak dengan sendirinya akan
membawa perbaikan yang dikehendaki, yakni ditegakkannya demokrasi serta
dihargai sepenuhnya HAM.
Hingga hari ini kita masih berada
di tengah-tengah krisis yang begitu dalam dan mengoyak seluruh lapisan
masyarakat serta setiap segi kehidupannya. Orang-orang
yang berada di lapis bawah ini lah yang paling membutuhkan demokrasi. Pemikiran
dan tindakan demokratik seharusnya diarahkan pada kebutuhan rakyat dari lapis
bawah tersebut.
Dalam kehidupan politik, perbaikan
kinerja birokrasi pelayanan publik akan memiliki implikasi luas, terutama dalam
memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya kinerja birokrasi selama
ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Protes, demonstrasi dan bahkan
pendudukan kantor-kantor pemerintahan oleh masyarakat yang sering terjadi
diberbagai daerah menjadi indikator dari besarnya ketidakpuasan masyarakat
terhadap kinerja pemerintahnya.
Perbaikan kinerja birokrasi
pelayanan publik diharapkan akan mampu mengembalikan image pemerintah dimata
masyarakat karena dengan kwalitas pelayanan publik yang semakin baik, kepuasan
dan kepercayaan masyarakat bisa dibangun kembali. Kalau ini dilakukan maka
pemerintah akan memperoleh kembali legitimasi dimata publik.
Indahnya lantunan reformasi
dengan segudang syair-syairnya hanya menjadi sebuah nyanyian pengantar tidur,
padahal semangat utamanya adalah ingin mengadakan perubahan besar-besaran dalam
berbagai sendi – sendi kehidupan agar mampu mengangkat harkat dan martabat
bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang bersih dan berwibawa, bangsa yang mampu
hidup bukan dengan mengandalkan utang-utang luar negeri yang semakin mencekik.
Namun harapan ini menjadi sebuah mimpi ketika reformasi tidak mampu menciptakan
iklim yang kondusif dengan memupuk aparatur-aparatur birokrasi baik eksekutif
maupun legislatif yang bermental buruk, yang hanya mementingkan kepentingan
pribadi dan golongan sehingga bukan perubahan menuju perbaikan justru perubahan
yang menuju kehancuran.
Seharusnya mereka lebih
mengarusutamakan dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh pendekatan dan
kepentingan yang berpihak kepada masyarakat demi terwujudnya masyarakat
Indonesia yang sejahtera. Karena pembangunan kesejahteraan masyarakat adalah
faktor pertama dan utama yang harus diwujudkan oleh sebuah bangsa yang beradab.
Strategi pembangunan nasional
yang masih saja bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, industri padat modal, sistim
konglomerasi dan utang luar negeri adalah beberapa indikasi adanya hegemoni
neoliberalisme pada tataran pemerintah pusat. Selain itu sejak jaman Orde Baru
sampai sekarang komitmen pemerintah terhadap wawasan kesejahteraan masyarakat
belum banyak mengalami kemajuan yang berarti. Pemerintah lebih senang menanam
jagung yang memberi hasil dalam jangka pendek daripada menanam pohon jati yang
memberi hasil jangka panjang. Pada tataran Otonomi Daerah, lebih sering
diartikan hanya sebagai pengalihan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dalam pembangunan ekonomi saja. Akibatnya desentralisasi seakan-akan
hanyalah proses perlombaan peningkatan PAD ( Pendapatan Asli Daerah ) tanpa
memperhatikan Permasalahan Asli Daerah, padahal pemerintah pusat mempunyai
kewajiban untuk memperhatikan keadaan dan perkembangan daerah sebagai ujung
tombak pelaksanaan kekuasan pemerintahan.
Pada masa orde reformasi dan orde
sesudahnya (hingga saat ini), reformasi birokrasi telah banyak diwacanakan dan
diagendakan,bahkan mungkin telah betul betul secara serius dilaksanakan. Beberapa
diantaranya adalah diberlakukannya PP No.8 tahun 2003 tentang restrukturisasi
organisasi pemerintah daerah dengan konsep MSKF (Miskin Struktur Kaya
fungsi).Tujuannya jelas jelas adalah untuk rasionalisasi birokrasi di lingkup
pemerintahan daerah. Kemudian juga ada perubahan paradigma dari UU Nomor 5
tahun 1974 yang menggunakan the structural efficensy model menuju UU
Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004
yang lebih cenderung menggunakan the local democracy model (Tim Fisipol
Unwar,2006) . Agenda reformasi tersebut tampaknya merupakan jawaban atas
semakin meningkatnya tuntutan masyarakat serta banyak didorong oleh konsep
konsep perubahan yang datang dari luar Indonesia seperti entrepreneurial
bureaucracy, reinventing government, good governance dan
sebagainya.
Good governance misalnya, adalah suatu
mekanisme kerja,dimana aktivitas pemerintahan berorientasi pada terwujudnya
keadilan social dimana pemerintah diharapkan mampu secara maksimal melaksanakan
3 fungsi dasarnya yakni service,development,empowerment. Adapun
konsekuensi dari pelaksanaan good governance,setidaknya terlihat dari 3
hal berikut:
1.
Pemerintah mengambil
posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan public.
2.
Adanya perlindungan yang nyata terhadap “ruang
dan wacana” public.
3.
Mengakui dan
menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong partisipasi dan
mewujudkan desentralisasi.
Meskipun
banyak agenda reformasi telah diintrodusir,dalam prakteknya perubahan tersebut
cukup sulit dilakukan.Beberapa data membuktikan bahwa birokrasi public di
Indonesia pada era reformasi belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan. Pertama,
laporan dari the world
competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan bahwa birokrasi
Indonesia berada pada kelompok Negara Negara yang memiliki indeks competitivness
yang paling rendah diantara 100 negara yang diteliti (Cullen&
Cushman,2000). Kedua, hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3 provinsi yang
menyimpulkan bahwa kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk
disebabkan oleh kuatnya pengaruh paternalisme.
Ketiga, hasil kajian political and economic risk consultancy di
14 negara tahun 2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia
yang makin buruk dan korup (Kompas,22 juni 2001) Sementara itu,dalam lokus
Negara Negara berkembang, studi Dwight King (1989) mengungkapkan beberapa sisi
buram ciri birokrasi di negara berkembang seperti : tidak efisien, jumlah
pegawai yang berlebihan, tidak modern atau ketinggalan jaman, seringkali
menyalahgunakan wewenang, tidak ada perhatian atau mengabaikan daerah daerah
miskin dan tidak tanggap atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Birokrasi pasca berhentinya Presiden
Soeharto ada dalam persimpangan jalan antara adanya upaya pihak yang ingin
tetap mempertahankan berlangsungnya politisasi birokrasi (bureaucratic polity), berhadapan dengan pihak yang menginginkan
ditegakkannya reformasi, ketidakberpihakan politik dan profesionalisme birokrasi.
Arah baru atau model reformasi
birokrasi perlu dirancang untuk mendukung demokratisasi dan terbentuknya clean
and good governance yaitu tumbuhnya pemerintahan yang rasional, melakukan
transparansi dalam berbagai urusan publik, memiliki sikap kompetisi antar
departemen dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya hukum dan bersedia memberikan
pertanggungjawaban terhadap publik (public
accountibility) secara teratur.
Fenomena birokrasi selalu ada bersama
kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan setiap orang seringkali mengeluhkan
cara berfungsinya birokrasi sehingga pada akhirnya orang akan beranggapan bahwa
birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak disalahgunakan oleh pejabat
pemerintah (birokratisme) yang
merugikan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Reformasi adalah mengubah atau
membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi bertujuan
mengoreksi dan membaharui terus-menerus arah pembangunan bangsa yang selama ini
jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting
dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi.
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Tujuan reformasi birokrasi:
Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good
governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa,
Pemerintah yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap masyarakat.
B.
Saran
Setiap
warga negara akan selalu berhubungan dengan aktivitas Birokrasi Pemerintahan.
Bahkan ketika seseorang masih berada dalam kandungan ia sudah mulai tergantung dengan
pelayanan birokrasi. Apakah untuk keperluan pemeriksaan kesehatan (di RS atau
Puskesmas ) atau setelah lahir dan harus mendapatkan “sertifikat sebagai warga
dunia” berupa akta kelahiran. Ketergantungan dengan birokrasi itu terus
berlanjut, seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau sejalan dengan ragam
aktivitas yang dilakukan ditengah masyarakat. Sementara itu, jenis pelayanan
umum yang diselenggarakan birokrasipun sangat kompleks dan bahkan memasuki
hampir setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Intervensi birokrasi yang demikian ini, sah-sah saja adanya, karena justru
untuk menyelenggarakan fungsi itulah birokrasi dibentuk.
Merupakan hal yang logis, jika kemudian birokrat
atau aparatur publik itu dijuluki Abdi Negara, karena pada pundaknya
tugas-tugas kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan diselenggarakan atas
nama “organisasi politik super besar” yang disebut “negara”. Namun penting
diingat, legitimasi yang diterima para abdi negara itu bersumber dari kepercayaan
rakyat yang berdaulat. Artinya, seorang abdi negara adalah seseorang yang
mengemban amanat rakyat untuk mengayomi kepentingan kepentingan mereka
(rakyat). Jadi, jika dikaitkan dengan sumber legitimasi ini, maka seseorang
aparatur negara/ publik (pegawai negeri, birokrat atau abdi negara) itu,
sesungguhnya adalah seorang abdi masyarakat. Ini berarti, bahwa tugas aparatur
publik adalah melayani masyarakatnya (public service).
Reformasi birokrasi tidak
akan pernah berhenti demi tercapainya suatu pelayanan yang afektif dan efesien
untuk masyarakat, saran yang dapat penulis berikan pada makalah ini adalah: Peningkatan
pelayanan haruslah merata di berbagai aspek. Artinya, masyarakat bukan hanya
sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas pelayanan maka pemerintah
haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di karenakan takutnya ketidak
percayaan masyarakat kepada pemerintah yang menjalankan pelayanan. Pemerintah
haruslah memperhatinkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Benveniste, Guy. Birokrasi.Jakarta: PT Raja GrafindoPersada. 1997.
Pramusinto Agus dan
Erwan Agus Purwanto. 2009. Reformasi
Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik.
Susanto, Heri, “Ditjen Pajak Juara Kena Sanksi Pelanggaran”,
diakses dari situs http://heri.susanto@vivanews.com.
Drs. Taufiq Effendi,
MBA, “Agenda Strategis Reformasi Birokrasi
Menuju Good Governance”.
Prof.Dr.Mostopadidjaja
AR. 2003. “Reformasi Birokrasi Sebagai
syarat Pemberantasan KKN”,
Sumber Lain :
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http://
www.google.co.id
http://
www.teoma.com
http://
www.kumpulblogger.com
terima kasih, sangat membantu.
BalasHapuswww.kiostiket.com