Rabu, 16 Januari 2013

Kekerasan Dalam Rumah Tangga


1.      PENGERTIAN
  • Konselor Pernikahan Jan Held LPC menjelaskan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah sebuah perilaku manipulatif dan mengontrol yang dilakukan pasangan. Perilaku kekerasan tersebut mencakup empat hal:
1. Kekerasan Fisik : Anda disebut mengalami kekerasan fisik jika pasangan melakukan pemukulan, ditampar, menarik rambut, mencekik atau melakukan sentuhan (secara kasar) yang tidak diinginkan.
2.  Kekerasan Seksual : Sentuhan secara seksual, hubungan seksual yang tak diinginkan adalah bentuk dari kekerasan seksual.
3.  Kekerasan Psikis : Anda diisolasi atau dijauhkan dari keluarga dan teman-teman, setiap aktivitas dipantau pasangan, pasangan terlalu posesif atau kerap disakiti dengan kata-kata kasar. Jika iya, artinya Anda sudah mengalami kekerasan psikis.
4.   Kecemburuan : Pasangan suka mengancam dan mengintimidasi, pasangan kerap membuat Anda tersakiti dengan merendahkan atau mengucapkan kata-kata kasar, pasangan kerap membuat Anda merasa tidak bisa hidup sendiri, adalah bagian dari kecemburuan.
  • KDRT adalah pelakuan kasar dalam bentuk fisik dan nonfisik yang dilakukan oleh seorang atau lebih anggota keluarga kepada anggota lainnya.
  • Pasal 1 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis,dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan.

2.      BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
  1. Kekerasan Fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Misalnya perbuatan memukul, menempeleng, meninju, menampar, menendang, mendorong, melempar sesuatu, menjambak rambut, mencekik, dan penggunaan senjata tajam
  2. Kekerasan Psikis, yaitu perbuatan yang bersifat verbal yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Misalnya mengejek, mencela, menghina, memaki dengan kata-kata kotor, mengancam akan menyiksa, membawa pergi anak-anak, akan membunuh, melarang berhubungan dengan keluarga, atau dengan kawan dekat, atau melakukan intimidasi bahkan isolasi.
  3. Kekerasan Seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, dan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Misalnya pemerkosaan, Penelantaran Rumah Tangga (Kekerasan Ekonomi), yaitu perbuatan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Misalnya: membatasi pemberian nafkah, tidak merawat anak-anak, meninggalkan rumah tangga dengan tidak bertanggung jawab, memaksa anak-anak mengemis, memaksa anak/isteri melakukan prostitusi (pelacuran).
  4. Penelantaran Rumah Tangga, yaitu setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut

3.      SIKLUS PENGANIAYAAN DAN KEKERASAN
Kerap kali para pelaku KDRT membuat pasangannya sulit melepaskan diri dari mereka. Pelaku ini bisa melakukan berbagai cara misalnya dengan menguasai atau tidak memberi uang, mencabut akses komunikasi dan tranportasi. Para pelaku KDRT ini pun punya sikap yang naik turun. Berikut tiga tahapan sikap mereka :
  1. Tahap Membangun Emosi : pada saat ini biasanya pelaku akan merasa tidak berdaya. Pelaku merasa pasangan yang menjadi korban KDRT seharusnya menenangkan dan pelaku merasa mereka memiliki beberapa cara untuk mengatasi stres.
  2. Tahap Meledak : ketika stres sudah tidak bisa diatasi, pelaku akan kehilangan kontrol diri, pelaku pun akan menyalahkan pasangan atas kekerasan yang mereka lakukan.
  3. Tahap 'Bulan Madu' : di tahapan ini si pelaku akan insyaf mendadak. Mereka akan minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Pelaku juga akan memberikan korbannya hadiah. Pelaku mengurangi KDRT-nya. Untuk mengatasi perasaan bersalah, pelaku akan mengalihkan ke hal lain dengan minum alkohol atau memukul orang/benda lain.

4.      FAKTOR PEMICU TERJADINYA KDRT
Ada beberapa faktor yang sering dipandang sebagai pemicu KDRT, yaitu:
1)      Pertengkaran masalah uang, suami mengetatkan uang belanja, memberi uang belanja pas-pasan, sementara isteri banyak kebutuhan lainnya.
2)      Cemburu karena isteri bekerja dan memiliki kedududukan dan penghasilan lebih tinggi daripada suaminya.
3)      Problem/kelainan seksual seperti impotensi, hiperseks, frigid, dan sadisme seksual.
4)      Pengaruh miras, narkoba, perjudian, dan utang.
5)      Pertengkaran tentang anak, ketidakserasian cara pandang terhadap cara pendidikan anak
6)      Suami di PHK atau menganggur,
7)      Isteri ingin meningkatkan pendidikan atau sibuk dalam organisasi/bisnis, sering bila isteri bekerja isteri mulai besar kepala karena tidak merasa tegantung lagi pada suami secara ekonomi.
8)      Kehamilan yang tidak dikehendaki atau kemandulan,
9)       Poligami dan perselingkuhan, dan lain-lain.

5.      DAMPAK DARI KEKERASAN
Beberapa dampak yang mungkin timbul akibat terjadinya KDRT adalah:
  1. Dampak pada istri : perasaan rendah diri, malu dan pasif, gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah makan dan susah tidur, mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen, gangguan kesehatan seksual.
  2. Dampak pada anak-anak : mengembangkan prilaku agresif dan pendendam, mimpi buruk,  ketakutan, dan gangguan kesehatan, kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik.
  3. Dampak pada suami : merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis, pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri.
Korban sebagai perwujudan dampak psikis dari kekerasan yang ia alami. Ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat dapat tampil dalam perilaku-perilaku berikut ini :
1) Kehilangan minat untuk merawat diri, yang tampil dalam perilaku menolak atau enggan makan/minum, makan tidak teratur, malas mandi atau berdandan, tampil berantakan seperti rambut kusut, pakaian awut-awutan.
2) Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, yang tampil dalam perilaku mengurung diri di kamar, tidak mau berhubungan dengan orang lain, cenderung diam, dan enggan bercakap-cakap.
 3) Perilaku depresif, tampil dalam bentuk pandangan mata kosong seperti menatap jauh ke depan, murung, banyak melamun, mudah menangis, sulit tidur atau sebaliknya terlalu banyak tidur, dan berpikir tentang kematian
4) Terganggunya aktivitas atau pekerjaan sehari-hari, seperti sering menjatuhkan barang tanpa sengaja, kurang teliti dalam bekerja yang ditunjukkan dengan banyaknya kesalahan yang tidak perlu, sering datang terlambat atau tidak masuk bekerja, tugas-tugas terlambat tidak sesuai tenggat waktu, tidak menyediakan makanan untuk anak padahal sebelumnya hal-hal ini dilakukannya secara rutin
5) Ketidakmampuan melihat kelebihan diri, tidak yakin dengan kemampuan diri, dan kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain yang dianggapnya lebih baik. Contohnya menganggap diri tidak memiliki kelebihan meski fakta yang ada menunjukkan hal sebaliknya, atau sering bertanya apakah yang ia lakukan sudah benar atau belum
 6) Kehilangan keberanian untuk melakukan tindakan yang ditunjukkan dengan tidak berani mengungkapkan pendapat atau tidak berani mengingatkan pelaku jika bertindak salah
 7) Stres pascatrauma, yang tampil dalam bentuk mudah terkejut, selalu waspada; sangat takut bila melihat pelaku, orang yang mirip pelaku, benda-benda atau situasi yang mengingatkan akan kekerasan, gangguan kilas balik (flash back) seperti tiba-tiba disergap bayangan kejadian yang telah dialami, mimpi-mimpi buruk dan atau gangguan tidur
 8) Kebingungan-kebingungan dan hilangnya orientasi, yang tampil dalam bentuk merasa sangat bingung, tidak tahu hendak melakukan apa atau harus bagaimana melakukannya, seperti orang linglung, bengong, mudah lupa akan banyak hal, terlihat tidak peduli pada keadaan sekitar, tidak konsentrasi bila diajak berbicara
9) Menyakiti diri sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri
10) Perilaku berlebihan dan tidak lazim seperti tertawa sendiri, bercakap-cakap sendiri, terus berbicara dan sulit dihentikan, pembicaraan kacau; melantur, berteriak-teriak, terlihat kacau tak mampu mengendalikan diri, berulang-ulang menyebut nama tertentu, misalnya nama pelaku tanpa sadar
11) Perilaku agresif, seperti menjadi kasar atau mudah marah terhadap anak/pekerja rumah tangga/staf atau rekan kerja, membalas kekasaran pelaku seperti mengucapkan kata-kata kasar, banyak mengeluhkan kekecewaan terhadap pelaku
12) Sakit tanpa ada penyebab medis (psikosomatis), seperti infeksi lambung, gangguan pencernaan, sakit kepala, namun dokter tidak menemukan penyebab medis, mudah merasa lelah, seperti tidak bertenaga, dan pegal/sakit/ngilu, tubuh sering gemetar
13) Khusus pada anak, dampak psikis muncul dalam bentuk:
a.       Mundur kembali ke fase perkembangan sebelumnya seperti kembali mengompol, tidak berani lagi tidur sendiri, kembali ingin terus berdekatan dengan orang lain yang dirasa memberi rasa aman, harus selalu ditemani
b.      Gangguan perkembangan bahasa seperti keterlambatan perkembangan bahasa, gangguan bicara seperti gagap.
c.       Depresi yang tampil dalam bentuk perilaku menolak ke sekolah; prestasi menurun; tidak dapat mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan rumah dengan baik yang ditandai dengan banyaknya kesalahan, kurangnya perhatian pada tugas atau pada penjelasan yang diberikan orang tua/guru, dan berbagai keluhan fisik.

Contoh kasus kekerasan terhadap perempuan (istri) yang terjadi dalam rumah tangga adalah sebagai berikut :
1.      Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah seperti yang dialami oleh Narti (nama samaran), warga Lingkungan Bendega, Tanjung Karang, Mataram,Nusa Tenggara Barat ini, lidahnya menjulur keluar sekitar lima sentimeter, sedang kedua lengannya lemas. Para tetangga akhirnya membawa guru sebuah sekolah dasar itu berobat ke "tukang pijat". Sebelumnya, dia sempat ke dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan dan diberi obat meski kondisi lidah dan tangannya tidak bisa pulih seperti semula. Narti merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang dilakukan oleh Hasan (nama rekaan), suaminya. Suaminya memukul Narti, gara-garanya Hasan menanyakan sertifikat rumah yang ternyata oleh Narti dipinjamkan ke rekan sesama guru untuk agunan bank. Hasan yang juga guru mata pelajaran agama sebuah SD di Mataram jadi emosidan melayangkan tinju ke wajah Narti. Setelah peristiwa itu Hasan umumnya tinggal bersama istri mudanya, tidak tahu bahwa Narti sakit. Perlakuan kasar itu acap kali terjadi, sebab Narti mengaku sering pusing dan pandangannya kabur.

2.      Fenomena kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di strata ekonomi menengah ke atas. Seperti yang dialami oleh Hamidah (27), warga 3 Ilir Palembang. Kasus ini mencuat ke permukaan Februari 1998, setelah suaminya Ibrahim Cuti Omar alias Bram (50) yang bekerja di kantor Kedutaan Emirat Arab di Bonn, Jerman dengan paksa menggunduli rambut Hamidah. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Palembang, Hamidah juga mengaku sering dianiaya suaminya ketika mereka hidup bersama di Bonn, bahkan kadangkala dipaksa melakukan hubungan seksual secara kasar.

3.      Di harian Pelita, ada berita yang mengulas kebiadaban Kusyadi alias Engkus, 40, yang menjadi ustad di Pondok Pesantren Riyadatul Mualimin Kecamatan Lemahsugih, Majalengka, Jawa Barat. Dengan alasan akan mengobati dan mempercantik istrinya, Engkus memukuli, menendang, menginjak-injak, menyiramkan air panas dan mencekik leher istrinya. Bahkan dia juga menarik janin berusia tiga bulan yang dikandung istrinya. Akibatnya, ibu yang sudah mempunyai anak tujuh itupun meninggal.

Sebagai payung hukum, sejumlah hal penting diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga termasuk terobosan hukum dalam melindungi korban KDRT. Pada bagian pertimbangan Undang-undang disebutkan sejumlah alasan lahirnya Undang-undang ini, yaitu bahwa
1.       Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945;
2.      Segala bentuk kekerasan, terutama KDRT, merupakan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus;
3.      Korban KDRT, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan. Penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

Dalam kenyataannya kasus KDRT banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban KDRT. Dari sini jelas bahwa Undang-Undang ini memberikan konsekuensi bahwa segala bentuk kekerasan terutama KDRT, merupakan pelanggaran HAM dan karena korban harus mendapatkan perlindungan dari negara dan/atau masyarakat. Dengan demikian Undang-Undang ini menjadi tonggak diterobosnya batas domestik-publik dalam penegakan HAM di Indonesia dan menegaskan kembali peran negara dalam menegakkan HAM. Dari pengertian tersebut, UU ini menjabarkan bentuk KDRT, yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga.

6.     UPAYA PEMULIHAN DAN PREVENTIF
Beberapa upaya/langkah pemulihan dan preventif terhadap kekerasan terhadap perempuan dan KDRT adalah:
  1. Dharma Wanita/BKOW atau LSM yang perduli pada perempuan
ü  Membuka HOTLINE sebagai wadah curhat dan konsultasi para korban kekerasan.
ü  Mengkoordinir suatu wadah atau asosiasi para korban kekerasan. Wadah seperti ini mengadakan pertemuan secara rutin untuk bertukar pikiran, berdiskusi, dan sharing tentang berbagai masalah yangdihadapi dan bagaimana jalan keluar yang baik dari masalah yang dihadapi oleh perempuan.
  1. Menjalin hubungan keluarga yang harmonis dan terbuka antara suami-istri-anak dan keluarga lainya.
  2. Menanamkan nilai-nilai agama
  3. Perempuan harus berani dan tegas dalam menghadapi laki-laki agar mereka merasa segan pada perempuan
  4. Kendatipun suami dan isteri sama-sama sibuk, cobalah beri perhatian pada anak-anak dan luangkan waktu untuk berdiskusi dan bercanda dalam keluarga
  5. Jangan menghadapi masalah dalam rumah tangga dengan emosi, atau menaruh curiga yang berlebihan pada istri/suami.
  6. Bila salah satu pasangan sedang marah/emosi, sebaiknya yang lain menggunakan ilmu Silence is golden, baru kemudian diskusikannya pada saat-saat yang memungkinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar